Tari Cokek

Written By Andikuple on Minggu, 08 Mei 2011 | 20.31



Cikal bakal masyarakat Betawi yang berasal dari berbagai suku bahkan bangsa, membawa kebudayaannya kemudian mempengaruhi kebudayaan Betawi, termasuk seni tari yang tidak lepas dari seni musik yang mengiringi tarian tersebut. Dapat kita lihat bentuk-bentuk tari Zafin, Samrah dan Serampang duabelas merupakan pengaruh kebudayaan Melayu, yang relatif masih asli. Bentuk-bentuk tari lama yang ditemukan di Betawi, mendapat pengaruh yang cukup kuat dari daerah Sunda. Pengaruh tersebut dapat kita lihat antara lain tari-tarian yang biasa dibawakan dalam pertunjukan Topeng Betawi, tari Blenggo, baik Blenggo Rebana ataupun Blenggo Ajeng, tari Uncul, yang biasa diselipkan pada pertunjukan Ujungan Betawi dan lain-lain.


Oleh karena kegiatan tari pada masa-masa lalu sering dikaitkan dengan hal-hal yang kurang terpuji, maka terbentuk citra yang kurang positif tentang seni tari rakyat. Di kalangan masyarakat Betawi yang teguh menjalankan syariat agama Islam, yang untuk mudahnya disini disebut golongan Santri, penampilan penari perempuan kurang dikehendaki. Dengan demikian maka tari-tari Zafin, Samrah dan Blenggo yang didukung umumnya oleh golongan santri tidak biasa dilakukan oleh kauro perempuan. Di luar kalangan itu, yaitu di kalangan masyarakat yang untuk mudahnya di sini disebut golongan abangan, penampilan penari perempuan sudah menjadi lazim. Dikalangan santri seluruh penari pada umumnya berstatus amatir, menari sekedar sebagai memenuhi kesenangan belaka.


Sedang pada kelompok abangan pada umumnya merupakan kesenian profesional, menari sebagai mata pencaharian.

misalnya menuangkan minuman kedalam gelas, menambah nasi atau lauk pauk dan sebagainya dengan sikap yang luwes karena memang cukup terlatih untuk keperluan itu. Pada perkembangan kemudian, cokek diartikan sebagai tarian pergaulan yang di iringi orkes Gambang Kromong, dengan penari-penari wanita yang disebut "wayang cokek", dengan mendapat imbalan uang. Para tamu diberi kesempatan yang luas untuk ikut menari berpasangan dengan cokek-cokek itu. Orang Betawi menamakannya "ngibing cokek". Sebelum dan selama ngibing mereka disodori minuman keras, untuk menambah semangat menari, seperti misalnya tari Tayub di Jawa Tengah.

Menurut beberapa keterangan, tari Cokek padajaman dahulu dibina dan dikembangkan tuan-tuan tanah Cina yang kaya raya. Sampai sebelum Perang Dunia ke dua kelompok kesenian ini dimiliki oleh "cukong-cukong" golongan Cina peranakan. Cukong-cukong inilah yang membiayai penghidupan para seniman Gambang Kromong dan para penari Cokek. Bahkan ada pula yang menyediakan perumahan tempat tinggal khusus bagi mereka. Dewasa ini sudah tidak ada lagi yang secara tetap menjamin kehidupan dan penghasilan mereka.


Sebagai tarian pembukaan pada tari Cokek ialah "wawayangan", Para penari cokek berjejer memanjang sambil melangkah maju mundur mengikuti irama gambang kromong. Rentangan tangannya setinggi bahu meningkah gerakan kaki. Setelah itu mereka mengajak menari kepada yang hadir dengan mengalungkan selendang. Penyerahan selendang biasanya dilakukan kepada tamu yang dianggap paling terhormat. Bila yang diserahi selendang itu bersedia mengibing, maka mulailah mereka menari secara berpasang-pasangan. Tiap pasang berhadapan pada jarak dekat tetapi tidak saling bersentuhan. Dalam beberapa lagu ada pula pasangan penari itu yang saling membelakangi. Kalau tempatnya cukup luas, atau pasangan yang menari tidak terlalu banyak, kadang-kadang ada gerakan memutar dalam lingkaran yang cukup luas. Setelah selesai "ngibing" para pengibing pria memberikan imbalan beberapa uang sekedarnya kepada penari cokek yang melayaninya.


Pakaian "wayang cokek" pada masa-masa yang belum lama berselang berbentuk khas, terdiri atas baju kurung dan celana panjang dari bahan semacam sutra berwarna. Ada yang berwarna merah menyala, hijau, ungu, kuning dan sebagainya, semuanya polos dan menyolok. Di ujung sebelah bawah biasanya diberi pula hiasan dengan kain berwarna yang serasi. Selembar selendang panjang terikat pada pinggang dengan kedua ujungnya terurai ke bawah. Rambutnya tersisir rapi licin ke belakang. Ada pula yang dikepang kemudian di sanggulkan yang bentuknya tidak begitu besar, dihias dengan tusuk konde bergoyang-goyang. Disamping itu diberi pula hiasan benang wol dikepang atau dirajut yang menurut istilah setempat disebut "burung hong".

Pada masa lalu penanggap tari cokek terbatas pada masyarakat Betawi keturunan Cina, sehingga disebut "hiburan babah". Dewasa ini digemari pula oleh masyarakat lainnya, untuk memeriahkan berbagai pesta, terutama pesta perkawinan. Seperti halnya orkes gambang kromong, tari Cokek termasuk kesenian yang paling luas penyebarannya dalam wilayah budaya Betawi. Grup gambang kromong dianggap tidak lengkap tanpa "wayang Cokek"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar